moralitas sekuler

Makalah :

MORALITAS SEKULER

 

 

 

 

 

Oleh :

1. Ahmad Muzoffar               (11401241015)

2. Asriati Dwi N.S.                (11401241018)

3. Eka Febri Astuti               (11401241027)

4. Fitriyani T. D. S.               (11401241034)

 

 

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN HUKUM

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2011

 

KATA PENGANTAR

 

            Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allas SWT atas limpahan rahmat, hidayah serta karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan lancar dan tepat pada waktunya dengan judul Moralitas Sekuler”.

            Makalah ini dibuat untuk memenihi tugas semester 2 pada mata kuliah Moral Agama Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta. Penyusun menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, penulisan karya tulis ilmiah ini tidak dapat segera diselesaikan.

            Oleh Karena itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada:

  1.  Dr. Marzuki, M.Ag dosen pengampu mata kuliah Moral Agama, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta.
  2. Semua pihak-pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu atas bantuan yang diberikan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk penyelesaian makalah ini.

“Tak ada gading yang tak retak” serta sebagai insan biasa, penyusun menyadari atas kekurangan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini. Kritik dan saran yang sifatnya membangun selalu penyusun harapkan. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi diri penyusun dan pembaca pada umumnya.

 

 

 

Yogyakarta, 26 Maret 2012

 

 

                                                                                        Penyusun


DAFTAR ISI

 

Halaman Sampul …………………………………………………………………………….  i

Kata Pengantar ………………………………………………………………………………  ii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………  iii

 

BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………………………..  1

1.1  Latar Belakang Masalah ………………………………………………….  1

1.2  Rumusan Masalah …………………………………………………………..  2

 

BAB II. PEMBAHASAN ………………………………………………………………  3

2.1. Moral Sekuler ………………………………………………………………..  3

2.2. Moral Sekuler Menurut Para Ahli…………………………………….. 4

2.2.1. Immanuel Kant …………………………………………………….  4

2.2.2. Psikoanalisis Sigmund Freud …………………………………… 5

2.2.3. Teori Kognitif Jean Piaget ………………………………………. 6

2.2.4. TeoriKognitif Lawrence Kohlberg ……………………………. 8

BAB III. PENUTUP ………………………………………………………………………  11

3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………  11

 

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………….  12

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Sekularisme pertama kali muncul di Eropa. Tapi mulai diperhitungkan keberadaannya secara politis bersamaan dengan lahirnya revolusi Perancis tahun 1789 M. berkembang merata ke seluruh Eropa pada abad ke-19 M. kemudian tersebar lebih luas lagi ke berbagai negara di dunia, terutama dalam bidang politik dan pemerintahan, yang pada abad ke-20 M, dibawa oleh penjajah dan missionaris Kristen.

Masyarakat modern sekarang, terlebih bagi masyarakat beragama, pastilah berpendapat bahwa moral yang ada dalam diri mereka itu berasal dari ajaran agama. Mereka yakin bahwa moral itu merupakan bagian dari agama. Moral dan agama saling adalah dua hal yang saling berkaitan.

Namun, terlepas dari itu, ada beberapa filsuf yang beranggapan bahwa moral itu merupakan suatu hal yang digali dari diri manusia sendiri. Moral bukanlah bagian dari ajaran agama. Mereka beranggapan bahwa agama tidak mempengaruhi moralitas seseorang.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Reverend Hastings Rashdall dalam teori of good and evil yang menyatakan bahwa moralitas tidak dapat didasarkan atas atau didedukasikan dari proposisi metafisis atau teologis apapun. Pertimbangan moral itu bersifat akhir dan langsung. Kepercayaan kepada tuhan bukanlah postulat moralitas dalam arti bahwa penolakan terhadapnya melibatkan penolakan atas semua makna atau validitas bagi perkembangan moral kita, melainkan penerimaan atau penolakan atas kepercayaan ini tidak secara material mempengaruhi makna yang kita berikan kepada ide kewajiban. Kepercayaan pada objektifitas pada pertimbangan moral mengimplikasikan bahwa buku moral disadari bukan hanya sebagai unsure yang bersifat kebetulan dalam konstruksi pikiran manusia, melainkan sebagai fakta akhir alam semesta. Kepercayaan pada tuhan dapat diperikan sebagai postulat moralitas dalam arti yang kurang ketat dan sekunder (Henry Hazlitt, 2003: 431).

Sedangkan Yusuf Al-Qardhawi menjelaskan, bahwa sebab-sebab kemunculan sekularisme di dunia Barat Masehi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: faktor agama, pemikiran, psikologi, sejarah dan realitas kehidupan empiris.

Karena adanya banyak pendapat dari berbagai filsuf, pada bab selanjutnya akan kita bahas mengenai pendapat-pendapat dari beberapa ahli tentang moral sekuler agar lebih jelas dan dapat diketahui apa itu moral sekuler.  

1.2. Rumusan masalah

  1. Apa itu moral sekuler?
  2. Bagaimana moral sekuler menurut para ahli?

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1. Moral Sekuler

Secara leksikologis, kata secular berasal dari bahasa Inggris yang berarti; yang bersifat duniawi, fana, temporal, yang tidak bersifat spiritual, abadi dan sacral, kehidupan diluar biara dan sebagainya. Sedangkan istilah sekuler yang berasal dari kata latin saeculum mempunyai arti ganda, ruang dan waktu. Ruang menunjuk pada pengertian duniawi, sedangkan waktu menunjuk pada pengertian sekarang atau zaman kini. Jadi kata saeculum berarti masa kini atau zaman kini. Dan masa kini atau zaman kini menunjuk pada peristiwa didunia ini, atau juga berarti peristiwa masa kini. Atau boleh dikatakan bahwa makna “sekuler” lebih ditekankan pada waktu atau periode tertentu di dunia yang dipandang sebagai suatu proses sejarah.

Konotasi ruang dan waktu (spatio-temporal) dalam konsep sekuler ini secara historis terlahirkan di dalam sejarah Kristen Barat. Di Barat pada Abad Pertengahan, telah terjadi langkah-langkah pemisahan antara hal yang menyangkut masalah agama dan non agama (bidang sekuler). Dalam perkembangannya, pengertian sekuler pada abad ke-19 diartikan bahwa kekuasaan Gereja tidak berhak campur tangan dalam bidang politik, ekonomi, dan ilmu pengetahuan. Pada waktu itu sudah ada yang menentang sekularisasi, misalnya Robertson dari Brighton, yang pada tahun 1863 mengatakan,”kita mengecap suatu bidang kehidupan sebagai sekuler, dan kemudian agama menjadi hal yang kabur dan tidak riil.

Sekulerisme di rumuskan kali pertama oleh George Jacob Holyoake (1817-1906). Yang pada awalnya belum berupa aliran etika dan filsafat, melainkan hanya gerakan protes sosial dan politik. Prinsip esensial dari sekularisme ialah mencari materi semata, sehingga dapat dikategorikan menjadi materialism. Etika dalam sekularisme berdasarkan pada kebenaran ilmiah, kebenaran yang bersifat sekuler yang tidak terkait oleh agama dan metafisika. (Juhaya S. Prada,2008: 189)

Sekularisme lahir disaat pertentangan antara ilmu (sains) dan agama sangat tajam (agama- kristen). Ilmu tampil dengan independensinya yang mutlak, sehingga bersifat sekuler. Kebenaran ilmiah yang diperoleh melalui pengalaman yang telah menghasilkan kemajuan ilmu-ilmu sekuler seperti matematika, fisika dan kimia telah berhasil membawa kemajuan bagi kehidupan manusia. Dan kebenaran ilmiah itu harus mendasari etika, tingkah laku, dan perikehidupan manusia. Disini, tampak adanya pengaruh positivisme dan sekularisme. (Juhaya S. Prada,2008: 190)

Dalam pandangan sekuler agama merupakan sesuatu yang berdiri sendiri. Paham ini memiliki prinsip bahwa theisme dan atheisme tidak dapat dibuktikan dengan nalar yang artinya itu semua berada diluar cakupan sekularisme. Dalam sekularisme prinsip rasio sangatlah dijunjung tinggi, karena dalam sekularisme ilmu pengetahuan diyakini mampu mengajarkan nilai-nilai kebahagiaan, serta situasi-kondisi kehidupan yang mampu menghilangkan kemiskinan dan kejahatan moral. Dalam paham ini juga terdapat toleransi, toleransi menjadi hal yang sangat penting atau bisa disebut sebagai salah satu ciri sekuler, karena kaum sekuler tidak segan-segan untuk bergabung dan bekerja sama dengan kaum theis maupun atheis.

2.2.  Moral Sekuler menurut Para Ahli

2.2.1.      Moral sekuler menurut Immanuel Kant

Immanuel Kant (1724-1804), seorang etikus yang sudah sangat dikenal memiliki pendapat bahwa sebuah kewajiban itu lebih dari sebuah akibat-akibat baik atau sesuatu yang mendasar pada moralitas. Dia berpandangan bahwa tindakan yang benar adalah tindakan-tindakan yang dituntut oleh sejumlah kewajiban, misalkan berbuatlah jujur, tepatilah janji, jangan menyusahkan orang lain, fair, berterimakasihlah atas kebaikan orang lain. Juga kewajiban pada diri sendiri seperti menyempurnakan pengetahuan, mengembangkan bakat-bakat, dan jangan bunuh diri. (Mike W. Martin dan Roland Schinzinger,1994 : 42-43)

Berbeda dengan pendapat Mill yang berpendapat bahwa kebahagiaan merupakan satu-satunya interistik, Kant disini menghargai kehendak baik yang bermaksud untuk melakukan kewajiban seseorang. Menurut Kant setiap orang memiliki nilai sebagai makhluk rasional jika seseorang itu memiliki kemampuan untuk berkehendak baik. Pendapat Kant juga mempengaruhi sekolah Frankfurt, sekolah ini bertitik tolak dengan anggpan Kant yaitu segala sesuatu adalah hasil karya pengetahuan subyektif manusia yang otonom.

 

2.2.2.      Psikoanalisis Sigmund Freud

Dalam mengembangkan pendekatannya terhadap masalah-masalah yang ada kaitannya dengan  yang tumbuh dan berkembang dalam setiap diri manusia. Interaksi ketiga system energy itulah yang oleh Freud dianggap paling bertanggung jawab terhadap perkembangan karakter dan moralitas manusia. Lebih dari itu, Freud juga menegaskan bahwa karakter dan moralitas seseorang akan nampak lebih jelas lagi pada saat ia mulai bergaul dan berhubungan dengan orang lain.

Ketiga system energy tersebut yaitu, Id, Ego, dan Superego. Masing-masing menempati ruang tersendiri dalam struktur kepribadian manusia. Lebih dari itu, masing-masing juga berfungsi sebagai suatu sistem yang relative mandiri.

Sebagai bagian dari alam bawah sadar (unconscious) manusia, Id juga dianggap sebagai sumber-sumber irasional yang senantiasa mendorong manusia untuk lebih mengutamakan pemenuhan kebutuhan pribadinya. Jika Id dikatakan sudah terbawa sejak lahir, maka Ego akan berkembang dalam diri seseorang melalui proses belajar, setidaknya melalui perjumpaan seseorang dengan lingkungan sekitarnya.

Tugas utama Ego adalah mempertahankan kecenderungan manusia untuk tetap berusaha mencapai tujuan-tujuannya. Melalui Egonya seseorang akan selalu mengkaji dan menyikapi kenyataan-kenyataan yang ada di sekitarnya.

Oleh beberapa ahli Psikologi Sosial kesimpulan Freud semacam itu dianggap terlalu berlebihan, karenan diakui bahwa pengorganisasian dan pengintegrasian aspek terpenting dari kepribadian, yaitu Ego, semata-mata disusun dari dorongan-dorongan hati (impulse) yang paling mendasar.

Sebagaimana dikemukakan oleh Freud, Superego mencakup apa yang lazim dikenal sebagai conscience, yaitu suatu fungsi sensor dar ikepribadian manusia. Setiap individu yang berada di sekitar kehidupan seseorang, apakah itu orang tua, guru atau saudara-saudaranya, sangatlah berpengaruh terhadap pembentukan Superego. Dalam hubungannya dengan tahap-tahap perkembangan moral Freud juga mengajukan anggapan dasar, bahwa pada saat anak-anak berkembangke arah kedewasaan, energy psikis mereka (libido) akan bergerak kearah pemuasan kebutuhan yang dikaitkan dengan bagian-bagiantubuh tertentu. Anak-anak yang sudah bias memenuhi kebutuhan serta perkembangan biologis yang mencukupi, mereka menyadari bahwa harus menyesuaikan tingkah lakunya agar dapatditerima menjadi anggota suatu kelompok tertentu.

           

2.2.3.      Teori Kognitif Jean Piaget

Berbeda dengan teori psikoanalisisnya Freud, pendekatan kognitif ini lebih memfokuskan perhatiannya kepada kemampuan piker manusia, dan bukan pada aspek emosinya semata-mata. Lebih dari itu, pendekatan ini juga menaruh perhatian yang cukup besar terhadap usaha manusia di dalam mempelajari hukum-hukum, aturan-aturan, atau prinsip-prinsip pokok lainnya.

Namun ada satu hal yang perlu dipahami bahwa tahap-tahap yang dikemukakan Piaget agaknya lebih terkait dengan aspek mental atau kognitif. Dalam teorinya mengenai perkembangan mental, Piaget menegaskan bahwa anak-anak akan berkembang melalui 4 (empat) tahap pertumbuhan penalaran yang tidak jarang masih bersifat abstrak.

Tentang perkembangan moral itu sendiri, Piaget mengemukakan adanya dua tahap yang harus dilewati setiap individu. Yang pertama disebut tahap Heteronomous atau Relisme Moral. Dalam tahap ini anak cenderung menerima begitu saja aturan-aturan yang diberikan oleh orang-orang yang dianggap kompeten untuk itu. Tahap yang kedua yaitu, Autonomous Morality atau Independensi Moral. Dalam tahap ini anak sudah mempunyai pemikiran akan perlunya memodifikasi aturan-aturan untuk disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada.

Konsep si anak mengenai aturan pada dasarnya tidak hanya terbatas kepada sesuatu yang dianggap dapat berubah-ubah dua tahapan yang berbeda, yaitu antara tahap realism moral dan independensi moral. Bobot dan pertimbangan terhadap kecenderungan anak untuk berbohong agaknya juga menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan dalam tahap realisme moral dan tahap inedependensi moral.

Dalam hal keadilan, Piaget menguraikan tentang pentingnya keadilan distributif, utamanya yang menyangkut bagaimana cara melaksanakan hukuman dan ganjaran-ganjaran yang seharusnya diberikan kepada tiap-tiap anggota kelompok. Keadilan distributive ini, masih menurut Piaget, dapat dibedakan antara yang ekualitas dan ekuitas.

Ekualitas, dalam pandangan Piaget, mempunyai persamaan dengan apa yang selama ini dianut banyak kalangan, yaitu gagasan bahwa setiap orang harus diperlakukan secara sama. Sementara yang ekuitas biasanya memperhitungkan juga pertimbangan-pertimbangan dari masing-masing individu.

 

 

2.2.4.      TeoriKognitif Lawrence Kohlberg

Dalam kasus ini Kohlberg mencoba merevisi dan memperluas teori yang telah dikemukakan oleh Piaget. Kohlberg tetap menggunakan pendekatan dasar Piaget, yaitu menghadapkan anak-anak dengan serangkaian ceritera-ceritera yang memuat dilemma moral. Namun demikian ceritera-ceritera atau situasi yang dikembangkan Kohlberg agaknya lebih kompleks ketimbang yang dipergunakan Piaget.

Pada awalnya Kohlberg mengetengahkan adanya enam tahap perkembangan moral yang harus dilewati seorang anak untuk dapat sampai ketingkat remaja atau tingkat kedewasaan. Berikut dapat dilihat ketiga tingkat perkembangan moral yang masing-masing tinkat memuat pula tahap perkembangan.

  1. 1.      Tingkat Prakonvensional

Pada tingkat pertama ini, seorang anak akan begitu responsive terhadap norma-norma budaya, atau label-label cultural lainnya, seperti persoalan-persoalan yang berkaitan dengan norma baik, buruk, benar, salah dan lain sebagainya.

Tingkat ini dapat dibedakan dua tahap, yaitu :

  1. a.      Tahap Punishment and Obedience Orientation

Pada tahap ini anak-anak umumnya beranggapan bahwa akibat-akibat dari suatu tindakan akan sangat menentukan baik buruknya sesuatu tindakan yang dapat dilakukan tanpa melihat unsur manusianya.

  1. b.      Tahap Instrumental-Relativist Orientation atau Hedonis Orientation

Dalam tahap ini, tindakan yang benar dibatasi sebagai tindakan yang mampu memberikan kepuasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya, atau dalam beberapa hal juga kebutuhan orang lain.

 

  1. 2.      Tingkat Konvensional

Pada tingkat ini upaya memenuhi harapan-harapan keluarga, kelompok, atau masyarakat bangsanya dianggap sebagai sesuatu yang terpuji. Tahap ini lebih memberikan titik tekan kepada usaha aktif untuk memperoleh, mendukung dan mengakui keabsahan tertib sosial, serta usaha aktif untuk mengidentifikasikan diri dengan pribadi-pribadi ataupun kelompok yang ada disekitarnya.

Dalam tingkat ini ada dua tahap perkembangan moral yang lebih tingi dari tingkat sebelumnya, yaitu :

  1. a.      Tahap Interpersonal Concordance atau Good-boy/nicegirl Orientation

Dalam tahap ini, anak-anak yang masih berada di tahap ketiga menurut skema Kohlberg, yang dimaksud dengan tingkah laku bermoral adalah semua tingkah laku yang menyenangkan, membantu atau tindakan-tindakan yang diakui dan diterima oleh orang lain.

 

  1. b.      Tahap Law-and-order Orientation

Dalam tahap ini, orientasi seorang anak akan senantiasa mengarah pada otoritas, pemenuhan aturan-aturan sekaligus supaya memelihara tertib sosial. Tingkah-laku yang dianggap bermoral sebagian dibatasi sebagai tingkah-laku yang diarahkan pada pelaksanaan kewajiban seseorang, penghormatan terhadap sesuatu otoritas, dan pemeliharaan tertib sosial yang diakui sebagai satu-satunya tertib sosial yang ada.

 

  1. 3.      Tingkat Pasca-Konvensional atau Prinsipiel

Pada tingkat ini sudah ada usaha kongkrit dalam diri seorang anak untuk menentukan nilai-nilai dan prinsip-prinsip moral yang dianggap memiliki validitas, yang diwujudkan tampa harus mengkaitkannya dengan otoritas kelompok atau pribadi-pribadi yang mendukung prinsip-prinsip tersebut, sekaligus terlepas dari identifikasi seorang terhadap kelompok. Tingkat ini mencakup dua tahap, yaitu :

  1. Tahap Social Contract. Legalistic Orientation

Tahap ini umumnya mencakup pula apa yang disebut utilitarian. Tindakan-tindakan yang dianggap bermoral cenderung dibatasi sebagai tindakan-tindakan yang mampu merefleksikan hak-hak individu dan sekaligus memenuhi ukuran-ukuran yang telah diuji secara kritis dan yang telah disepakati oleh masyarakat luas.

  1. b.      Tahap Orientation of Universal Ethical Principles

Dalam tahap yang paling tinggi menurut skema Kohlberg ini apa yang secara moral dipandangan benar tidak harus dibatasi oleh hukum-hukum atau aturan-aturan dari suatu tertib sosial , akan tetapi lebih dibatasi oleh kesadaran yang ada pada manusia dengan dilandasi oleh prinsip-prinsip etis yang “self-determinated” sifatnya.

 

 

 

BAB III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Kata secular berasal dari bahasa Inggris yang berarti; yang bersifat duniawi, fana, temporal, yang tidak bersifat spiritual, abadi dan sacral, kehidupan diluar biara dan sebagainya. Sedangkan istilah sekuler yang berasal dari kata latin saeculum mempunyai arti ganda, ruang dan waktu. Ruang menunjuk pada pengertian duniawi, sedangkan waktu menunjuk pada pengertian sekarang atau zaman kini. Jadi kata saeculum berarti masa kini atau zaman kini.

Menurut Kant, moralitas berdasarkan pada konsep kebaikan dan kewajiban. Pendapatnya ini juga dijadikan sebagai titik tolak berdirinya sekolah Frankfurt. Sedang pada pendapat Freud ada tiga pokok yang terdapat pada pendekatannya yaitu Id, Ego, dan Superego. Ini adalah sistem yang digunakan untuk mengembangkan pendekatannya terhadap masalah-masalah yang ada kaitannya dengan  yang tumbuh dan berkembang dalam setiap diri manusia. Berbeda dengan teori psikoanalisisnya Freud, pendekatan kognitif Pieget lebih memfokuskan perhatiannya kepada kemampuan piker manusia, dan bukan pada aspek emosinya semata-mata. Lebih dari itu, pendekatan ini juga menaruh perhatian yang cukup besar terhadap usaha manusia di dalam mempelajari hukum-hukum, aturan-aturan, atau prinsip-prinsip pokok lainnya. Kohlberg mencoba merevisi dan memperluas teori yang telah dikemukakan oleh Piaget. Kohlberg tetap menggunakan pendekatan dasar Piaget, yaitu menghadapkan anak-anak dengan serangkaian ceritera-ceritera yang memuat dilemma moral.

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Cheppy Haricahyono. (1995). Dimensi-Dimensi Pendidikan Moral. Semarang: IKIP Semarang Press.

Juhaya S. Praja. (2008). Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Prenada Media.

Martin, Mike W. dan Roland Schinzinger. (1994). Etika Rekayasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sindhunata. (1983). Dilema Usaha Manusia Rasional. Jakarta: Gramedia.

Hazlitt, Henry. (2003). Dasar-Dasar Moralitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

implementasi pancasila sila ke dua

Makalah :

IMPLEMENTASI PANCASILA SILA KEDUA

 

 

Oleh :

1.Rini Sulistiyani                   (11401241016)

2.Tri Desti                             (11401241017)

3.Asriati Dwi N.S.                 (11401241018)

4.Sekar Arum Kurniati                   (11401241019)

5.Fitri Wulandari                  (11401241020)

 

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN HUKUM

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2012

 

KATA PENGANTAR

 

            Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allas SWT atas limpahan rahmat, hidayah serta karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan lancar dan tepat pada waktunya dengan judul Perkembangan Faham Konstitusionalisme”.

            Makalah ini dibuat untuk memenihi tugas semester 2 pada mata kuliah Pendidikan Pancasila Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta. Penyusun menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, penulisan karya tulis ilmiah ini tidak dapat segera diselesaikan.

            Oleh Karena itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Dr.Sunarso,M.SIT dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta.
  2. Semua pihak-pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu atas bantuan yang diberikan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk penyelesaian makalah ini.

“Tak ada gading yang tak retak” serta sebagai insan biasa, penyusun menyadari atas kekurangan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini. Kritik dan saran yang sifatnya membangun selalu penyusun harapkan. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi diri penyusun dan pembaca pada umumnya.

 

 

 

Yogyakarta, 19 Maret 2012

 

 

                                                                                        Penyusun


DAFTAR ISI

 

Halaman Sampul …………………………………………………………………………….  i

Kata Pengantar ………………………………………………………………………………  ii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………  iii

 

BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………………………..  1

1.1  Latar Belakang Masalah ………………………………………………….  1

1.2  Rumusan Masalah …………………………………………………………..  2

 

BAB II. PEMBAHASAN ………………………………………………………………  3

2.1Arti Pancasila………………………………………………………………….. 3

2.1.1 Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.. 3

2.2.2Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia…….. 4

2.2.ArtidanMaknaSilaKemanusiaan yang AdildanBeradab……….. 4

2.3.Butir-butir Pancasila Sila ke-Dua………………………………………. 5

2.4. Implementasi Sile ke-Dua dalam Kehidupan Masyarakat……. 6

 

BAB III. PENUTUP ……………………………………………………………………… 10

3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………  10

 

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….. 11

  BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Negara hanya dapat di kemudikan secara terarah dan efisien apabila ada gambaran yang  jelas tentang hakikat, tujuan dan susunannya. Dalam proses penyusunan Undang-undang Dasar negara harus senantiasa berlandaskan pada suatu konsepsi dasar yang jelas tentang negara dan tujuannya. Dengan kata lain realisasi pembentukan negara beserta konstitusinya harus berlandaskan pada ideologi negara yaitu Pancasila.

Pancasila adalah falsafah atau pandangan hidup, jiwa dan kepribadian serta tujuan hidup bangsa Indonesia. Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila mempunyai nilai-nilai yang dijadikan dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, selain itu nilai-nilai Pancasila telah memberikan ciri-ciri (identitas) bangsa yang membedakan bangsa Indonesia dari bangsa lain dalam bersikap, bertingkah laku secara perorangaan maupun secara kemasyarakatan.

Pancasila sebagai filsafat negara indonesia memiliki visi dasar yang bersumber pada hakikat manusia. Visi dasar inilah yang memberi visi dan arah bagi seluruh kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan Indonesia. Sifat dasar filsafat Pancasila bersumber pada hakikat kodrat manusia karena pada hakikatnya manusia adalah sebagai pendukung pokok negara. Inti kemanusiaan itu terkandung dalam sila kedua : Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.

Dalam sila ke-dua mengandung nilai yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari. Hal itu karena seorang manusia dalam melakukan aktifitas sehari-hari tidak lepas dari manusia lain. Sehingga sila ke-dua tersebut mampu memberikan dasar kepada kita sebagai manusia agar senantiasa memanusiakan orang lain dalam kehidupan. Selain itu, dalam sila ke-dua juga terdapat nilai keadilan dimana menuntut kita sebagai manusia yang tidak dapat lepas dari manusia lainnya harus menghormati, menghargai dan menjunjung tinggi keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sila ke-dua tersebut terdapat butiran-butiran yang dapat menjelaskan lebih rinci apa yang ada di dalam Pancasila sila ke-dua tersebut. Dengan adanya butiran-butiran sila ke-dua tersebut diharapkan manusia atau lebih tepatnya bangsa Indonesia dapat memahami dam mengamalkan apa yang ada dalam sila ke-dua tersebut. Sehingga bangsa Indonesia senantiasa berdasar kepada kemanusiaan yang adil dan beradap dalam bermasyarakat.  

 

1.2  Rumusan Masalah

  1. Apakah pancasila itu ?
  2. Apa arti dan makna sila kemanusiaan yang Adil dan Beradab ?
  3. Apa saja butir-butir Pancasila sila ke-dua tersebut ?
  4. Apa implementasi Pancasila dari sila ke-dua dalam kehidupan bermasyarakat ?

 

                                         


BAB II

PEMBAHASAN

2.1  Arti Pancasila

Pancasila adalah kumpulan nilai atau norma yang meliputi sila-sila Pancasila sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, alinea IV yang telah ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945[1]. Pada hakikatnya pengertian Pancasila dapat dikembalikan kepada dua pengertian, yakni Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia.

2.1.1 Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia

Pancasila dalam pengertian ini sering disebut juga way of life, Weltanschauung, Wereldberschouwing, Wereld en Levens beschouwing (pandangan dunia, pandangan hidup, pegangan hidup, pedoman hidup, petunjuk hidup). Dalam hal ini Pancasila dipergunakan sebagai petunjuk hidup sehari-hari. Dengan kata lain digunakan sebagai pancaran dari sila pancasila karena Pancasila sebagai Weltanschauung merupakan kesatuan, tidak bisa dipisah-pisahkan; keseluruhan sila dalam pancasila merupakan satu kesatuan organis. Pancasila sebagai norma fundamental sehingga berfungsi sebagai cita-cita atau ide. Semestinya ia selalu diusahakan untuk dicapai oleh tiap manusia Indonesia sehingga cita-cita itu bisa terwujud menjadi kenyataan.

Oleh karena itu, dapat dikemukakan bahwa pancasila sebagai pegangan hidup  yang merupakan pandangan hidup bangsa, penjelmaan falsafah hidup bangsa, dalam pelaksanaan hidup sehari-hari tidak boleh bertentangan dengan norma-norma agama, norma-norma kesusilaan, norma-norma sopan santun, dan tidak bertentangan dengan norma-norma hukum yang berlaku.

 

 

2.1.2 Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia

Pancasila dipergunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan negara atau mengatur penyelenggaraan negara. Pengertian Pancasila sebagai dasar negara sesuai dengan bunyi pembukaan UUD 1945, yang menyatakan: “…maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UUD Negara Indonesia, yang berbentuk dalam suatu susunan negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada…”. Pancasila mempunyai kedudukan istimewa dalam hidup kenegaraan dan hukum bangsa Indonesia. Fungsi pokok Pancasila adalah sebagai dasar negara, sesuai dengan pembukaan UUD 1945, sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum, sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPRS No.XX/-MPRS/1966. Pengertian demikian adalah pengertian Pancasila yang bersifat yuridis ketatanegaraan.[2]

Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang dibentuk oleh para pendiri bangsa Indonesia. Sebagai dasar negara, Pancasila mengandung nilai-nilai yang sejatinya sudah ada dalam bangsa Indonesia sendiri. Sehingga Pancasila mampu menjadi wadah bagi masyarakat Indonesia yang beragam. Pancasila sebagai dasar negara tidak dapat dirubah ke dalam bentuk suatu apapun. Mau tidak mau, Pancasila adalah dasar negara yang mempunyai kedudukan istimewa dalam hidup kenegaraan dan dan hukum bangsa Indonesia.

 

2.2 Arti dan Makna Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Menurut perumusan Dewan Perancang Nasional, perikemanusiaan adalah daya serta karya budi dan hati nurani manusia untuk membangun dan membentuk kesatuan diantara manusia sesamanya, tidak terbatas pada manusia-sesamanya yang terdekat saja, melainkan juga seluruh umat manusia.[3] Sedangkan menurut Bung Karno istilah perikemanusiaan adalah hasil dari pertumbuhan rohani, kebudayaan, hasil pertumbuhan dari alam tingkat rena ke taraf yang lebih tinggi.[4]

Pokok pikiran dari sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab :

  1. Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan. Maksudnya, kemanusiaan itu universal.
  2. Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa. Menghargai hak setiap warga dan menolak rasialisme.
  3. Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah.[5]

Hakikat manusia memiliki unsur-unsur yang diantaranya adalah susunan kodrat manusia (yang terdiri atas raga dan jiwa), sifat kodrat manusia (yang terdiri atas makhluk social dan individu), kedudukan kodrat manusia (yang terdiri atas makhluk berdiri sendiri dan makhluk Tuhan).[6].

 

2.3  Butir-butir Pancasila Sila ke-Dua

Sila ke-dua Pancasila ini mengandung makna warga Negara Indonesia mengakui adanya manusia yang bermartabat (bermartabat adalah manusia yang memiliki kedudukan, dan derajat yang lebih tiinggi dan harus dipertahankan dengan kehidupan yang layak), memperlakukan manusia secara adil dan beradab di mana manusia memiliki daya cipta, rasa, karsa, niat dan keinginan sehingga jelas adanya perbedaan antara manusia dan hewan.

Jadi sila kedua ini menghendaki warga Negara untuk menghormati kedudukan setiap manusia dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing, setiap manusia berhak mempunyai kehidupan yang layak dan bertindak jujur serta menggunakan norma sopan santun dalam pergaulan sesama manusia. Butir-butir sila ke-dua adalah sebagai berikut:

  1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antar sesama manusia.
  2. Saling mencintai sesama manusia.
  3. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
  4. Tidak bersikap semena-mena terhadap orang lain.
  5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
  6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
  7. Berani membela kebenaran dan keadilan.
  8. Merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh  umat manusia, karena itu perlu mengembangkan sikap saling menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.[7]

Makna dari sila ini diharapkan dapat mendorong seseorang untuk senantiasa menghormati harkat dan martabat oranglain sebagai pribadi dan anggota masyarakat. Dengan sikap ini diharapkan dapat menyadarkan bahwa dirinya merupakan makhluk sosial yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama.

Atas dasar sikap perikemanusiaan ini, maka bangsa Indonesia menghormati hak hidup bangsa lain menurut aspirasinya masing-masing. Dan menolak segala bentuk penjajahan di muka bumi ini. Hal itu dikarenakan berlawanan dengan nilai perikemanusiaan.[8]

2.4  Implementasi Sile ke-Dua dalam Kehidupan Masyarakat

Sesuai dengan butir-butir sila ke-dua yang telah diuraikan pada pembahasan diatas, sila perikemanusiaan ini memiliki makna yang sangat berarti sebagai landasan kehidupan manusia. Sila ini dijadikan sebagai pedoman bertingkah laku dalam masyarakat. Selain itu peri kemanusiaan adalah naluri manusia yang berkembang sejak lahir. Sama halnya dengan naluri manusia yang lain, seperti naluri suka berkumpul, naluri berkeluarga, dan lain-lain. Oleh karena peri kemanusiaan merupakan naluri, maka tidak mungkin manusia menghapuskannya. Dengan perasaan peri kemanusiaan itulah manusia dapat membentuk masyarakat yang penuh kasih sayang serta saling menghormati diantara anggota-anggotanya.

Oleh karena itu tepatlah rumusan sila kemanusiaan yang adil dan beradab masuk dalam falsafah Pancasila. Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam sila ini membentuk watak bangsa kita menjadi bangsa yang lemah lembut, sopan santun, tengang rasa, saling mencintai,  bergotong royong dalam kebaikan, dan lain sebagainya.

Sehubungan dengan hal tersebut maka pengamalannya adalah sebagai berikut:

  1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antara sesama manusia. Butir ini menghendaki bahwa setiap manusia mempunyai martabat, sehingga tidak boleh melecehkan manusia yang lain, atau menghalangi manusia lain untuk hidup secara layak, serta menghormati kepunyaan atau milik (harta, sifat dan karakter) orang lain.[9]
  2. Saling mencintai sesama manusia. Kata cinta menghendaki adanya suatu keinginan yang sangat besar untuk memperoleh sesuatu dan rasa untuk memiliki dan kalau perlu pengorbanan untuk mempertahankannya.[10] Dengan perasaan cinta  pula manusia dapat mempergiat hubungan social seperti kerjasama, gotong royong, dan solidaritas. Dengan rasa cinta kasih itu pula orang akan berbuat ikhlas, saling membesarkan hati, saling berlaku setia dan jujur, saling menghargai harkat dan derajat satu sama lain.[11]
  3. Mengembangkan sikap tenggang rasa. Sikap ini menghendaki adanya usaha dan kemauan dari setiap manusia Indonesia untuk menghargai dan menghormati perasaan orang lain.[12] Harusnya dalam bertingkah laku baik lisan maupun perbuatan kepada orang lain, hendaknya diukur dengan diri kita sendiri; bilamana kita tidak senang disakiti hatinya, maka janganlah kita menyakiti orang lain. Sikap tenggang rasa juga dapat kita wujudkan dalam toleransi dalam beragama.[13]
  4. Tidak semena-mena terhadap orang lain. Semena-mena berarti sewenang-wenang, berat sebelah, dan tidak berimbang. Oleh sebab itu butir ini menghendaki, perilaku setiap manusia terhadap orang tidak boleh sewenang-wenang, harus menjunjung tinggi hak dan kewajiban.
  5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Setiap warga Negara harus menjunjung tinggi dan melaksanakan nilai-nilai kemanusiaan dengan baik, seperti:

                                            i.            Mengakui adanya masyarakat yang bersifat majemuk

                                          ii.            Melakukan musyawarah dengan dasar kesadaran dan kedewasaan untuk menerima kompromi

                                        iii.            Melakukan sesuatu dengan pertimbangan moral dan ketentuan agama

                                        iv.            Melakukan sesuatu dengan jujur dan kompetisi yang  sehat

                                          v.            Memerhatikan kehidupan yang layak antar sesama

                                        vi.            Melakukan kerja sama dengan iktikad baik dan tidak curang[14]

  1. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan diartikan gemar melakukan kegiatan kemanusiaan sehingga setiap manusia dapat hidup layak, bebas, dan aman. Kegiatan ini dapat di lakukan seperti kegiatan donor darah, memberikan santunan anak yatim piatu, orang yang tertimpa musibah dan orang yang tidak mampu.
  2. Berani membela kebenaran dan keadilan. Butir ini menghendaki manusia Indonesia untuk mempunyai hati yang mantap dan percaya diri dalam menegakkan kebenaran dan keadilan.
  3. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu di kembangkan sikap saling menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain. Butir ini menganjurkan untuk saling menghormati, sikap saling menghormati ini dapat di lakukan dengan menghormati kedaulatan suatu bangsa dan menjalin kerja sama yang menguntungkan.[15]

            Selain itu penjelmaan Pancasila ke dalam hukum Negara kita tertuang dalam Undang-Undang Dasar’45 pasal 27 tentang Warga Negara dan Penduduk, pasal 28 A-J tentang HAM, dan pasal 31 ayat 1 tentang pendidikan.[16]

            Sebagai salah satu contoh nyata dari pelanggaran yang pernah terjadi di Indonesia adalah pada masa kepemimpinan Soeharto, pada saat itu setiap orang atau kelompok yang tidak sependapat dengan Soeharto akan dibunuh secara diam-diam. Tindakan ini sangat tidak manusiawi, karena sampai sekarang jasad mereka tidak pernah diketahui dimana dan alasan mereka dihilangkan nyawanya sangat tidak jelas. Hal yang sangat terlihat jelas adalah pelanggaran dalam kebebasan berpendapat juga masalah hak hidup yang notaben-nya adalah hak dasar seorang manusia untuk hidup. Dan pada saat itu Indonesia sudah menganut ideologi Pancasila, itu berarti pada masa kepemimpinan Soeharto terjadi penyimpangan pada sila kedua Pancasila.

 

 


BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Secara umum Pancasila merupakan hal yang fundamental dalam menentukan kehidupan di Indonesia, terutama pada sila ke-dua yang mengatur tentang bagaimana cara hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sila ke-dua ini memiliki pengertian sebagai pandangan dunia, pandangan hidup, pegangan hidup, pedoman hidup, dan petunjuk hidup. Pancasila sebagai pegangan hidup  yang merupakan pandangan hidup bangsa, penjelmaan falsafah hidup bangsa, dalam pelaksanaan hidup sehari-hari tidak boleh bertentangan dengan norma-norma agama, norma-norma kesusilaan, norma-norma sopan santun, dan tidak bertentangan dengan norma-norma hukum yang berlaku. Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam sila ini membentuk watak bangsa kita menjadi bangsa yang lemah lembut, sopan santun, tengang rasa, saling mencintai,  bergotong royong dalam kebaikan, dan lain sebagainya. Untuk itu, rumusan sila kemanusiaan yang adil dan beradab masuk dalam falsafah Pancasila.

Pada hakikatnya manusia memiliki unsur-unsur yang isinya merupakan susunan kodrat manusia, sifat kodrat manusia, dan kedudukan kodrat manusia. Sila kedua Pancasila mengandung makna warga Negara Indonesia mengakui adanya manusia yang bermartabat, memperlakukan manusia secara adil dan beradab di mana manusia memiliki daya cipta, rasa, dan karsa. Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam sila ini membentuk watak bangsa kita menjadi bangsa yang lemah lembut, sopan santun, tengang rasa, saling mencintai,  bergotong royong dalam kebaikan, dan lain sebagainya.

 

 

 

           

 

DAFTAR PUSTAKA

Atut saksono. (2007). Pancasila Soekarno. Yogyakarta: CV Urna Cipta Media Jaya.

Darji Darmo Diharjo, dkk. (1991). Santiaji Pancasila. Surabaya: Usana Offset Printing.

Herman, dkk. (1986). Panorama Jiwa dan Kepribadian Bangsa PANCASILA. Jakarta: CV Indrajaya.

 Kaelan. (1993). Filsafat Pancasila.Yogyakarta: Paradigma.

Muzayin, (1990). Ideologi Pancasila. Jakarta: Golden Terayon Press.

Notonagoro. –. Pancasila Secara Ilmiah Populer.–:Bumi Aksara

Rukiyati, dkk. (2008). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: UNY Press.

 

Soekarno. (1964). Tjamkan Pantjasila. Djakarta:–  hal 121.

 

Sri Janti, dkk. (2008). Etika Berwarganegara. Jakarta: Salemba Empat.

 

 


[1] Sri Janti, dkk. 2008.Etika Berwarganegara.Salemba Empat: Jakarta.Hal 22

[2] Darji Darmo Diharjo, dkk.1991.Santiaji Pancasila.Surabaya:Usana Offset Printing.hal.16-20.

[3] Atut saksono. 2007. Pancasila Soekarno. Yogyakarta: CV Urna Cipta Media Jaya. Hal 40.

[4] Soekarno. 1964. Tjamkan Pantjasila. Djakarta:–  hal 121.

[5] Rukiyati, dkk. 2008. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: UNY Press. Hal 67-68.

[6] Drs. Kaelan. 1993. Filsafat Pancasila.Yogyakarta: Paradigma. Hal 104.  

[7] Herman, dkk. 1986. Panorama Jiwa dan Kepribadian Bangsa PANCASILA. Jakarta: CV Indrajaya. Hal 94.

[8] Prof.H.Muzayin, 1990. Ideologi Pancasila. Jakarta: Golden Terayon Press. Hal 38-39.

[9] Sri Janti,dkk. 2008. Etika berwarga Negara. Jakarta: Salemba Empat. Hal 26-28.

[10] Ibid. hal 28.

[11] Prof. H. Muzayin, ibid. hal 40.

[12] Sri Janti,dkk. ibid. hal

[13] Prof. H. Muyazin. ibid. hal 40.    

[14] Sri Janti,dkk. ibid. hal

[15] Ibid,  Hal 26-28.

[16] Prof. Notonagoro. –. Pancasila Secara Ilmiah Populer.–:Bumi Aksara. Hal 206.

bestfriend

bestfriend

sebuah ucapan

Gambar

“pekenalkan nama saya lavi (ravi, karena cadel jadi lavi)… asal saya dali jatim (tetap dengan kecadelannya), ehm.. TTL saya 17 boelan sembilan bukan delapan ntal dikilain zaman ploklamasi, tahun 1994..”

terjadi sedikit kegaduhan di dalam kelas ini,, namun nampak teratasi dengan adanya dosen yang duduk di pojok kelas….

oh iya lupa, ini kisah yang q dapat dari teman-teman.. ada sedikit khayalan untuk mendramatisir kisah… biasa kan penulis cerita yang selalu bermain dengan dunia fantasi nya… 

dia adalah salah satu teman di kampus… ceria,, semangat,, cakep pula,, sayang agak cadel,, hahaha 😀

sedikit memiliki aroma kepemimpinan yang bisa dia tebarkan diantara kami, dan itu membuat q agak sedikit terpesona.. dan diantara kami dia memang agak menonjol di sisi akademis, di sini, di kelas ini, di mulai cerita kisah yang tak mungkin terlupakan…

bersambung………

 

photo admin

kemendikbud mengadakan festival mainan anak tradisional di DI Yogyakarta

Jumat 16 November 2012, di Stadon Mandala Krida Yogaykarta terasa ramai tak seperti biasanya. gerimis yang jatuh di Jogja tidak menyurutkan minat para peserta Festival yang diadakan oleh Kemendikbud. dalam festival ini banyak mainan anak tradisional yang di suguhkan, banyak stand pameran yang mengisi antara lain Musium Anak Kolong Tangga, Komunitas Hong, dan masih banyak lainnya.Pembukaan yang dilaksanakan pada Jumat 16 November 2012 pukul 19.00 di hadiri oleh Wamen Pendidikan Kebudayaan Windu R.
dibuka dengan acara penyambutan kemudian menyanyikan lagu Indonesia Raya dan dilanjutkan dengan penampilan permainan anak tradisional.
festival ini dilaksanakan dari tanggal 16-19 November 2012.

(bersambung)………

komunikasi interpersonal

Komunikasi Interpersonal

Johnh A. Cagle

Komunikasi Interpersonal

      Komunikasi interpersonal melibatkan hubungan antara satu orang dengan satu orang yang lain, biasanya pada pertemuan empat mata yang bersifat pribadi. Maksud dari melibatkan antara satu orang dengan orang yang lain adalah dilakukannya lebih dari satu orang dalam melakukan hubungan. Cotohnya, saat ada seorang mahasiswa yang sedang melakukan bimbingan skripsi dengan dosen pembimbingnya, saat melakukan bimbingan mahasiswa ini harus bertatap muka dengan dosen pembimbing agar dapat mengetahui seberapa jauh tentang skripsi yang dikerjakan.

      Komunikasi interpersonal adalah jalan dimana hubungan antar personal diciptakan, dipertahankan dan diubah. Maksud dari jalan hubungan antar personal diciptakan adalah terjadinya suatu hubungan yang diciptakan oleh dua orang atau lebih yang melakukan komunikasi, entah itu secara langsung atau tidak. Biasanya penciptaan hubungan ini terjadi saat pertemuan pertama dua orang atau lebih. Misalnya, antara mahasiswa baru yang masuk pada awal kuliah, disitu akan tercipta suatu komunikasi dimana dosen memperkenalkan diri dan mengabsen mahasiswa satu per satu, dan terkadang dosen menanyakan asal dari mahasiswa tersebut dengan maksud untuk mengenal mahasiswanya lebih jauh. Kemudian setelah tercipta suatu hubungan, maka akan timbul rasa untuk mempertahankannya. Contohnya hubungan antar mahasiswa dengan dosen, dimana untuk mempermudah komunikasi saat pertemuan pertama kuliah dosen memperkenalkan diri dan memberikan nomer hp, dimana maksud dosen itu agar lebih mendekatkan hubungan dengan mahasiswa. Pemberian nomer hp ini menurut kami merupakan upaya untuk mempertahankan hubungan antar dosen dengan mahasiswa. Dalam sebuah hubungan yang telah tercipta dan dipertahankan, di fase berikutnya sebuah hubungan dengan sendirinya akan diubah. Maksud dari diubah disini adalah terjadinya perubahan dalam suatu hubungan yang dilakukan oleh personal-personal. Misalkan perubahan terjadi di antara mahasiswa baru, pada awalnya mereka belum saling mengenal. Dalam satu kelas, mereka saling berkenalan dan lama kelamaan terjadi perubahan dari individu menjadi kelompok. Dari teman menjadi sahabat, bahkan ada yang mengalami cinta lokasi.

 

 

Rosensfield, Hayes, dan Frentz  (1976):

Hubungan : Menjabarkan Karakteristik Utama

  • Formalitas

Jumlah jarak antar personal menunjukan jenis hubungan, apakah itu formal atau intim. Maksud dari jarak ini adalah sejauh mana kedekatan dalam hubungan itu terjadi. Dari yang hanya sebatas adanya komunikasi hingga yang lebih intim. Apabila jumlah pertemuan atau tatap muka yang terjadi hanya sebatas untuk formalitas biasanya karena ada sesuatu yang mewajibkan terjadinya pertemuan itu, seperti keharusan mahasiswa aktif untuk masuk kuliah. Tatap muka yang terjadi antara dosen dengan mahasiswa itu hanya sebatas formalitas saja. Namun berbeda apabila intensitas dari pertemuan lebih dari adanya suatu kewajiban yang mengaharuskannya. Seperti dari pertemuan formal yang terjadi pada mahasiswa, lama-kelaman menimbulkan hubungan yang lebih intim. Dari teman menjadi sahabat yang kemana-mana selalu bersama, mengerjakan tugas bersama, saling curhat dan lain-lain.

 

  • Aksesibilitas

Keterbukaan, keinginan untuk saling bertukar informas (pengungkapan diri). Keterbukaan disini adalah dimana beberapa orang yang saling komunikasi mulai terbuka atas diri masing-masing. Seperti yang terjadi saat terjadi perkenalan antara satu orang dengan orang yang lain, dimana mereka saling menyebut nama masing-masing dan akhirnya mereka bisa saling kenal dan lebih mudah dalam menjalin sebuah hubungan / berkomunikasi.

 

  • Timbal-balik

Tingkah laku- tingkah laku tertentu diterima dalam sebuah hubungan sementara tingkah laku yang lain dilarang; setiap orang memiliki pengaharapan yang harus dipenuhi.

 

  • Komitmen

Tingkat kedekatan seseorang sebagai satu bagian dari sebuah hubungan; pergantian relasi. Menurut kami maksud dari komitmen disini adalah suatu kedekatan yang terjalin dalam suatu hubungan menimbulkan rasa yang lebih di masing-masing individu, seperti menjaga rahasia sahabat tanpa diminta untuk merahasiakannya.

 

  • Spontanitas 

Kebebasan atau ketidakbebasan untuk melakukan perilaku spontan, kebebasan mengharapkan sesuatu dari orang lain.

 

 

Oleh:

Sekti Sejati                  

Pupun Parhanatul Maryam

Rifki Wahyu Izzati

Astri Agustiana

Asriati Dwi Nur S.

Sri Handayani              

Isni Nurjanah               Gambar

identitas nasional

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang

Pada hakikatnya manusia tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, manusia senantiasa membutuhkan orang lain. Aristoteles mengatakan manusia adalah zoon politicon, yang artinya manusia adalah makhluk yang berkelompok. Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai sifat yang tidak bisa hidup sendiri dan juga sebagaisebagai makhluk politik memiliki naluri untuk berkuasa, maka dari itu manusia membutuhkan orang lain untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Berawal dari itulah kemudian timbuk suatu hubungan-hubungan kerjasama antarmanusia yang dari hubungan tersebut membentuk sebuah masyarakat. terbentuknya masyarakat antara yang satu dengan yang lainnya tentu berbeda, sehinngga dalam berinteraksi mereka memerlukan suatu organisasi kekuasaan yang disebut negara. Dalam negara itulah masyarakat ada dan mempertahankan eksistensinya untuk saling bekerja sama.

Terkadang Sebagai anggota masyarakat yang juga hidup dalam suatu negara kita bingung anatara negara dan bangsa. Negara adalah organisasi kekuasaan dari persekutuan hidup manusia, sedangkan bangsa lebih menunjuk pada persekutuan hidup manusia itu sendiri. Baik bangsa maupun negara memiliki identitas yang membedakan bangsa atau negara tersebut dengan bangsa atau negara lain. Identitas-identitas yang disepakati dan diterima oleh bangsa menjadi identitas nasional bangsa.

Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai identitas nasional Indonesia. Kami menulis makalah ini dengan harapan pembaca dapat mengetahui apa itu identitas nasional Indonesia? sehingga ke depan pembaca dapat menghargai dan juga menjunjung tinggi identitas nasional yang pada hakekatnya membedakan negara Indonesia dengan negara lain.

 

1.2  Rumusan Masalah

  1. Apa yang dimaksud dengan identitas nasional?
  2. Apa saja yang menjadi identitas nasional Indonesia?
  3. Bagaimana sikap masyarakat Indonesia terhadap identitas nasional Indonesia?

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1  Identitas Nasional

Secara etimologis, identitas nasional berasal dari kata “identitas” dan “nasional”. Kata identitas berasal dari bahasa Inggris identity yang memiliki pengertian harfiah; ciri, tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang, kelompok atau sesuatu sehingga membedakan dengan yang lain. Kata “nasional” merujuk pada konsep kebangsaan. Nasional menunjuk pada kelompok-kelompok persekutuan hidup manusia yang lebih besar dari sekedar pengelompokan berdasarkan ras, agama, budaya, bahasa dan sebagainya. Jadi, identitas nasional adalah ciri, tanda atau jati diri yang melekat pada suatu negara sehingga membedakan dengan negara lain.

Istilah “identitas nasional” secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa yang lain. Berdasarkan pengertian tersebut maka setiap bangsa di dunia ini akan memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, ciri-ciri serta karakter dari bangsa tersebut. Demikian pula dengan hal ini sangat ditentukan oleh proses bagaimana bangsa tersebut terbentuk secara historis.

Identitas nasional tersebut pada dasarnya menunjuk pada identitas-identitas yang sifatnya nasional. Identitas nasional bersifat buatan dan sekunder. Bersifat buatan karena identitas nasional itu dibuat, dibentuk dan disepakati oleh warga bangsa sebagai identitasnya setelah mereka bernegara. Bersifat sekunder karena identitas nasional lahir belakangan bila dibandingkan dengan identitas kesukubangsaan yang memang telah dimiliki warga bangsa itu secara askriptif. Sebelum memiliki identitas nasional, warga bangsa  telah memiliki identitas primer yaitu identitas kesukubangsaan.

 

 

Unsur-unsur pembentuk identitas yaitu:

  1. Suku bangsa: adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau kelompok etnis dengan tidak kurang 300 dialeg bangsa.
  2. Agama: bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Agama-agama yan tumbuh dan berkembang di nusantara adalah agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu. Agama Kong H Cu pada masa orde baru tidak diakui sebagai agama resmi negara. Namun sejak pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi negara dihapuskan.
  3. Kebudayaan: adalah  pengetahuan manusia sebagai makhluk social yang isinya adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagi rujukan dan pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
  4. Bahasa: merupakan unsure pendukung Identitas Nasonal yang lain. Bahsa dipahami sebagai system perlambang yang secara arbiter dientuk atas unsure-unsur ucapan manusia dan yang digunakan sebgai sarana berinteraksi antar manusia.

Dari unsur-unsur Identitas Nasional tersebut dapat dirumuskan pembagiannya menjadi 3 bagian sebagai berikut : Identitas Fundamental, yaitu pancasila merupakan falsafah bangsa, Dasar Negara, dan Ideologi Negara Identitas Instrumental yang berisi UUD 1945 dan tata perundangannya, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, Bendera Negara, Lagu Kebangsaan “Indonesia Raya”. Identitas Alamiah, yang meliputi Negara kepulauan (Archipelago) dan pluralisme dalam suku, bahasa, budaya, dan agama, sertakepercayaan.

 

2.2  Identitas Nasional Indonesia

Identitas nasional Indonesia merupakan ciri-ciri yang dapat membedakan negara Indonesia dengan negara lain. Identitas nasional Indonesia dibuat dan disepakati oleh para pendiri negara Indonesia. Identitas nasional Indonesia tercantum dalam konstitusi Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 35-36C. Identitas nasional yang menunjukkan jati diri Indonesia diantaranya adalah sebagai berikut:

Identitas Nasional Indonesia :

  1. Bahasa Nasional atau Bahasa Persatuan yaitu Bahasa Indonesia
  2. Bendera negara yaitu Sang Merah Putih
  3. Lagu Kebangsaan yaitu Indonesia Raya
  4.  Lambang Negara yaitu Pancasila
  5. Semboyan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika
  6.  Dasar Falsafah negara yaitu Pancasila
  7. Konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 1945
  8. Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
  9. Konsepsi Wawasan Nusantara
  10. Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai Kebudayaan Nasional

Penjelasan dari identitas nasional Indonesia akan dijabarkan dalam paragraf dibawah ini.

1)      Bahasa Nasional atau Bahasa Persatuan yaitu Bahasa Indonesia

Bahasa merupakan unsur pendukung Identitas Nasonal yang lain. Bahasa dipahami sebagai system perlambang yang secara arbiter dibentuk atas unsur-unsur ucapan manusia dan yang digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia. Dan di Indonesia menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Karena di Indonesia ada berbagai macam bahasa daerah dan memiliki ragam bahasa yang unik sebagai bagian dari khas daerah masing-masing.

 

2)      Bendera negara yaitu Sang Merah Putih

Bendera adalah sebagai salah satu identitas nasional, karena bendera merupakan simbol suatu negara agar berbeda dengan negara lain. Seperti yang sudah tertera dalam UUD 1945 pasal 35 yang menyebutkan bahwa “ Bendera Negara Indonesia adalah Sang Merah Putih”. Warna merah dan putih juga memiliki arti sebagai berikut, merah yang artinya berani dan putih artinya suci.

 

3)      Lagu Kebangsaan yaitu Indonesia Raya

Lagu Indonesia Raya (diciptakan tahun 1924) pertama kali dimainkan pada kongres pemuda (Sumpah pemuda) tanggal 28 Oktober 1928. Setelah proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, lagu yang dikarang oleh Wage Rudolf Soepratman ini dijadikan lagu kebangsaan. Ketika mempublikasikan Indonesia Raya tahun 1928, wage Rudolf Soepratman dengan jelas menuliskan “lagu kebangsaan” di bawah judul Indonesia Raya. Teks lagu Indonesia Raya dipublikasikan pertama kali oleh surat kabar Sin Po. Setelah dikumandangkan tahun 1928, pemerintah colonial Hindia Belanda segera melarang penyebutkan lagu kebangsaan bagi Indonesia Raya.

Meskipun demikian, para pemuda tidak gentar. Mereka ganti lagu itu dengan mengucapkan “Mulai, Mulai !, bukan “Merdeka, Merdeka!” pada refrain. Akan tetapi, tetap saja mereka menganggap lagu itu sebagai lagu kebangsaan. Sekanjutnya lagu Indonesia Raya selalu dinyanyikan pada setiap rapat partai-partai politik. Setelah indeonesia merdeka, lagu itu ditetapkan sebagai lagu kebangsaan perlambang persatuan bangsa.

Namun pada saat menjelaskan hasil Festival Film Indonesia (FFI) 2006 yang kontroversional pada kompas tahun 1990-an, Remy sylado, seorang budayawan dan seniman senior Indonesia mengatakan bahwa lagu Indonesia Raya merupakan jiplakan dari sebuah lagu yang diciptakan tahun 1600-an berjudul Lekka Lekka panda panda, Kaye A. solapung seorang pengamat musik, menanggapi tulisan remi dalam kompas tahun 1991. Ia mengatakan bahwa Remy hanya sekedar mengulang tuduhan Amir Pasaribu pada tahun 1950-an. Ia juga mengatakan dengan mengutip Amir Pasaribu bahwa dalam literature music, ada lagu Lekka Lekka Pinda Pinda Belanda, begitu pula Boola-Boola dan Lekka Lekka tidak sama persis dengan Indonesia Raya, dengan hanya delapan ketuk yang sama. Begitu juga dengan penggunaan chord yang jelas berbeda. Sehingga, ia menyimpulkan bahwa Indonesia Raya tidak menjiplak.

Dari susunan liriknya, merupakan soneta atau sajak14 baris yang terdiri dari satu oktaf (atau dua kuatren) dan satu sekstet. Penggunaan bentuk ini dilihat sebagai mendahului zaman” (avant gerde), meskipun soneta sendiri sudah popular di eropa semenjak era renaisans. Rupanya penggunaan soneta tersebut mengilhami karena lima tahun setelah dia dikumandangkan, para seniman Angkatan Pujangga Baru mulai banyak menggunakan  soneta sebagai bentuk ekspresi puitis.

Lirik Indonesia Raya merupakan saloka atau pantun berangkai, merupakan cara empu Walmiki ketika menulis epic Ramayana. Dengan kekuatan liriknya itulah Indonesia Raya segera menjadi saloka sakti pemersatu bangsa, dan dengan semakin dilarang oleh belanda, semakin kuatlah ia menjadi penyemangat dan perekat bangsa Indonesia.

Cornel Simanjutak dalam majalah Arena telah menulis bahwa ada tekanan kata dan tekanan music yang bertentangan dalam kata berseru dalam kalimat Marilah kita berseru. Seharusnya kata ini diucapkan berseru (tekanan pada suku ru). Tetapi karena tekanan melodinya, kata itu terpaksa dinyanyikan berseru (tekanan pada se). Selain itu, rentang nada pada Indonesia Raya secara umum terlalu besar untuk lagu yang ditujukan bagi banyak orang. Dibandingkan sengan lagu-lagu kebangsaan lain yang umumnya berdurasi setengah menit bahkan ada yang hanya 19 detik, Indonesia Raya memang jauh lebih panjang.

Secara musical, lagu ini telah dimuliakan-justru-oleh orang Belanda (atau Belgia) bernama jos Cleber yang tutup usia tahun 1999. Setelah menerima permintaan kepada studio RRI Jakarta Jusuf Rono dipuro pada tahun 1950, Jos Cleber pun menyusun arasemen baru, yang menyempurnakannya ia lakukan setelah juga menerima masukan dari presiden Soekarno. Indonesia Raya menjadi lagu kebangsaan yang agung, namun gagah berani (maestoso can bravura).

 

4)      Lambang Negara yaitu Pancasila

Seperti yang dijelaskan pada Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 36A bahwa lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila. garuda Pancasila disini yang dimaksud adalah burung garuda yang melambangkan kekuatan bangsa Indonesia. Burung garuda sebagai lambang negara Indonesia memiliki warna emas yang melambangkan kejayaan Indonesia. sedangkan perisai di tengah melambangkan pertahanan bangsa Indonesia. Simbol di dalam perisai masing-masing melambangkan sila-sila dalam pancasila,yaitu:

  1. Bintang melambangkan sila ketuhanan Yang Maha Esa (sila ke-1)
  2. Rantai melmbangkan sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab (sila ke-2)
  3. Pohon Beringin melambangkan Sila Persatuan Indonesia (Sila ke-3)
  4. Kepala Banteng melambangkan Sila Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan (Sila ke-4)
  5. Padi dan Kapas melambangkan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia (sila ke-5)

Warna merah-putih melambangkan warna bendera nasional Indonesia. Merah berarti berani dan Putih berarti suci.

Garis hitam tebal yang melintang di dalam perisai melambangkan wilayah Indonesia yang dilintasi Garis Khatulistiwa.

Jumlah bulu melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945), antara lain:

  1. Jumlah Bulu pada masing-masing sayap berjumlah 17
  2. Jumlah Bulu pada ekor berjumlah 8
  3. Jumlah Bulu pada di bawah perisai/pangkal ekor berjumlah 19
  4. Jumlah bulu di leher berjumlah 45

Pita yang dicengkeram oleh burung garuda bertuliskan semboyan Negara Indonesia, yaitu Bhineka Tunggal Ika yang berarti “berbeda-beda, tetapi tetap satu jua”.

 

5)      Semboyan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika

Bhineka Tnggal Ika berisi konsep pluralistik dan multikulturalistik dalam kehidupan yang terikat dalam suatu kesatuan. Pluralistik bukan pluralisme, suatu paham yang membiarkan keanekaragaman seperti apa adanya. Dengan paham pluralisme tidak perlu adanya konsep yang mensubtitusi keanekaragaman demikian pula halnya dengan faham multikulturalisme.

Bhineka Tunggal Ika tidak bersifat sektarian dan eksklusif, hal ini bermakna bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dibenarkan merasa dirinya yang paling benar, paling hebat, dan tidak mengakui harkat dan martabat pihak lain. Pandangan sektarian dan eksklusif ini akan memicu terbentuknya kekakuan yang berlebihan dengan tidak atau kurang memperhatikan pihak lain, memupuk kecurigaan, kecemburuan, dan persaingan yang tidak sehat. Bhineka Tunggal Ika bersifat inklusif. Golongan mayoritas dalam hidup berbangsa dan bernegara tidak memaksakan kehendaknya pada golongan minoritas.

Bhineka Tunggal Ika tidak bersifat eormalitas yang hanya menunjukkan perilaku semu. Bhineka Tunggal Ika dilandasi oleh sikap saling percaya mempercayai, saling  hormat menghormati, saling cinta mencintai dan rukun. Hanya dengan cara demikian maka keanekaragaman ini dapat dipersatukan.

Bhineka Tunggal Ika bersifat konvergen  tidak divergen, yang bermakna pebedaan yang terjadi dalam keanekaragaman tidak untuk dibesar-besarkan, tetapi dicari titik temu, dalam bentuk kesepakatan bersama. Hal ini akan terwujud apabila dilandasi oleh sikap toleran, non sektarian, inklusif, dan rukun.

Dalam menerapkan Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlu dilandasi oleh rasa kasih sayang. Saling curiga mencurigai harus dibuang jauh-jauh. Saling percaya mempercayai harus dikembangkan, iri hati, dengki harus dibuang dari kamus  Bhineka Tunggal Ika.

 

6)      Dasar Falsafah negara yaitu Pancasila

Pancasila adalah kumpulan nilai atau norma yang meliputi sila-sila Pancasila sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, alenia IV yang telah ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Pada hakikatnya pengertian Pancasila dapat dikembalikan kepada dua pengertian, yakni Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dan Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia.

Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia sering disebut juga dengan way of life, welstanshauung, wereldbershouwing, wereld en levens beschouwing ( pandangangan dunia, pandangan hidup, pedoman hidup, petunjuk hidup). Dalam hal ini Pancasila digunakan sebagai pancaran dari sila Pancasila karena Pancasila sebagai weltanschauung merupakan kesatuan, tidak bisa dipisah-pisahkan, keseluruhan sila dalam Pancasila merupakan satu kesatuan organis. Pancasila sebagai norma fundamental sehingga berfungsi sebagai cita-cita atau ide. Oleh karena itu, dapat dikemukakan bahwa Pancasila sebagai pegangan hidup yang merupakan pandangan hidup bangsa, dalam pelaksanaan hidup sehari-hari tidak boleh bertentangan denagn norma-norma agama, norma-norma sopan santun, dan tidak bertentangan dengan norma-norma hukum yang berlaku.

Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia, dalam hal ini Pancasila mempunyai kedudukan istimewa dalam hidup kenegaraan dan hukum bangsa Indonesia. fungsi pokok Pancasila adalah sebagai dasar negara, sesuai dengan pembukaan UUD 1945,, sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum, sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPRS No.XX/-MPRS/1966 (Darji, 1991:16)

Pancasila merupakan dasar negara yang dibentuk oleh para pendiri bangsa Indonesia. sebagai dasar negara, Pancasila mengandung nilai-nilai yang sejatinya sudah ada dalam bangsa Indonesia sendiri. Sehingga Pancasila mampu menjadi wadah bagi masyarakat Indonesia yang beragam. Dengan adanaya nilai-nilai dalam Pancasila tersebut menunjukkan bahwa nilai-nilai yang ada di Indonesia berbeda dengan nilai-nilai yang ada di negara lain. Dengan kata lain, Pancasila menunjukkan identitas nasional Indonesia.

 

7)      Konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 1945

Undang-Undang Dasar adalah peraturan perundang-undangan yang tetinggi dalam negara dan merupakan hukum dasar tertulis yang mengikat berisi aturan yang harus ditaati. Hukum dasar negara meliputi keseluruhan sistem ketatanegaraan yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk negara dan mengatur pemerintahannya. UUD merupakan dasar tertulis. Oleh karena itu, UUD menurut sifat dan fungsinya adalah suatu naskah yang memaparkan karangan dan tugas-tugas pokok cara kerja badan tersebut, UUD menentukan cara-cara bagaimana pusat kekuasaan itu bekerja sama dan menyesuaikan diri satu sama lainnya. UUD merekam hubungan-hubungan kekuasaan dalam suatu negara.

Undang-Undang Dasar nmerupakan suatu hal yang sangat penting dan vital dalam suatu pemerintahan yang telah merdeka. Dengan adanya konstitusi dalam suatu negara yang merdeka menandakan bahwa negara ini sebagai negara konstitusional yang menjamin kebebasan rakyat Indonesia untuk memerintah diri sendiri. Sebagai bangsa Indonesia Indonesia yang merdeka dan berdaulat untuk membentuk pemerintah sendiri ynag sah serta usahamenjamin hak-haknya disertai menentang penyalahgunaan kekuasaan. Hal ini hanya dapat dilakukan dalam kerangka negara konstitusional, pembentukan negara konstitusional merupakan bagian dari upaya mencapai kemerdekaan, karena hanya dalam kerangka kelembagaan ini dapat dibangun masyarakat yang demokratis.

8)      Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat

 

9)      Konsepsi Wawasan Nusantara

Wawasan artinya pandanagan, tinjauan, penglihatan atau tanggap indrawi. Selain menunjukkan kegiatan untuk mengetahui arti pengaruh-pengaruhnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, wawasan juga mempunyai pengertian menggambarkan cara pandang, cara tinjau, cara melihat atau cara tangggap indrawi. Kata nasional menunjukkan kata sifat atau ruang lingkup. Bentuk kata yang berasal dari istilah nation itu berarti bangsa yang telah mengidentifikasikan diri ke dalam kehidupan berneegara atau secara singkat dapat dikatakan sebagai bangsa yang telah menegara. Nusantara perairan dan gugusan pulau-pulau yang terletak di antara Samudra Pasifik dan Samudra Indonesia, serta di antara Benua Asia dan Benua Australia.

Wawasan nasional merupakan “cara pandang” suatu bangsa tentang diri dan lingkungannya. Wawasan merupakan penjabaran dari filsafat bangsa Indonesia sesuai dengan keadaan geografis suatu bangsa, serta sejarah yang pernah dialaminya. Esensinya, ialah bagaimana bangsa itu memanfaatkan kondisi geografis, sejarahnya, serta kondisi sosial budayanya dalam mencapai cita-cita dan tujuan nasionalnya.

Dengan demikian wawasan nusantara dapat diartikan sebagai cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan ide nasionalnya yang dilandasi Pancasila dan UUD 1945, yang merupakan aspirasi bangsa yang merdeka, berdaulat, berrmartabat, serta menjiwai tata  hidup dan tindak kebijaksanaannya dalam mencapai tujuan nasional. Wawasan nusantara adalah cara pandang, cara memahami, cara menghayati, cara bersikap, cara bersikap, cara berpikir, cara bertingkah laku bangsa Indonesia sebagai interaksi proses psikologis, sosiokultural, dengan aspek astagatra (kondisi geografis, kekayaan alam, dan kemampuan alam serta ipoleksosbud hankam)

 

10)  Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai Kebudayaan Nasional

Kebudayaan adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk social yang isinya adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagi rujukan dan pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.

Kebudayaan dapat dimaknai sebagai suatu budi dan daya manusia yang tidak ternilai harganya dan mempunyai manfaat bagi kehidupan umat manusia, baik pada masa lampau, masa kini, maupun pada masa yang akan datang. Kebudayaan dapat pula berbentuk kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Kebudayaan daerah yaitu suatu budaya asli setiap suku atau daerah yang diwarisi dari nenek moyang secara turun-temurun. Kebudayaan daerah kita pelihara dan kita kembangkan menjadi kebudayaan nasional yang dinikmati oleh seluruh bangsa. Jadi, kebudayaan nasional yaitu suatu perpaduan dan pengembangan berbagai macam kebudayaan daerah yang terus menerus dibina dan dilestarikan keberadaannya, sehingga menjadi milik bersama.

 

2.3  Sikap Masyarakat Indonesia Terhadap Identitas Nasional Indonesia

 

Implementasi atau penerapan tentang identitas nasional harus tercermin pada pola pikir, pola sikap, dan pola tindak yang senantiasa mendahulukan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi atau kelompok. Dengan kata lain, identitas nasional menjadi pola yang mendasari cara berpikir, bersikap, dan bertindak dalam rangka menghadapi berbagai masalah menyangkut kehidupan bermayarakat, berbangsa dan bernegara.

Contoh sederhana dari implementasi identitas nasional yaitu kewajiban diadakanya upacara bendera setiap hari senin pada seluruh instansi sekolah maupun non sekolah. Dalam upacara bendera, terdapat banyak sekali unsur identitas negara. Seperti pengibaran sang saka merah putih, menyanyikan lagu Indonesia Raya, menyanyikan lagu nasional lain, pembacaan UUD 1945, pembacaan Pancasila, dan pada penutup di akhiri dengan doa (agama). Kegiatan upacara ini dilaksanakan dari tingkat SD hingga SMA, bahkan ada Perguruan Tinggi yang melaksanakan Upacara Bendera. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat sudah dijarkan bagaimana mengimplementasikan identitas nasional sejak dini. Namun, masih banyak yang tak acuh dalam kegiatan semacam ini. Kebanyakan dari mereka menganggap kegiatan upacara hanya sebagai kewajiban agar terbebas dari hukuman yang sudah diterapkan. Dan juga kurangnya penjelasan tentang makna dari kegiatan upacara itu sendiri. Sehingga mereka tak acuh dengan makna dibalik upacara bendera ini.

Implementasi identitas nasional senantiasa berorientasi pada kepentingan rakyat dan wilayah tanah air secara utuh dan menyeluruh. Impementasi identitas nasional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yamg mencakup kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya,dan pertahanan keamanan harus tercemin dalam pola pikir, pola sikap, dan pola tindak senantiasa mengutamakan kepentingan bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia diatas kepentingan pribadi dan golongan.

 

 

BAB III

PENUTUP

 

3.1  Kesimpulan

Sebagai sebuah istilah identitas nasional dibentuk oleh dua kata yaitu  identitas dan nasional. Identitas dapat diartikan sebagai ciri, tanda atau jati diri; sedangkan nasional dalam konteks pembicaraan ini berarti kebangsaan. Dengan demikian, identitas nasional dapat diartikan sebagai jati diri nasional. Identitas nasional Indonesia tercantum dalam konstitusi Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 35-36C. Identitas nasional yang menunjukkan jati diri Indonesia diantaranya adalah sebagai berikut:

Identitas Nasional Indonesia :

  1. Bahasa Nasional atau Bahasa Persatuan yaitu Bahasa Indonesia
  2. Bendera negara yaitu Sang Merah Putih
  3. Lagu Kebangsaan yaitu Indonesia Raya
  4.  Lambang Negara yaitu Pancasila
  5. Semboyan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika
  6.  Dasar Falsafah negara yaitu Pancasila
  7. Konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 1945
  8. Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
  9. Konsepsi Wawasan Nusantara
  10. Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai Kebudayaan Nasional

Implementasi atau penerapan tentang identitas nasional harus tercermin pada pola pikir, pola sikap, dan pola tindak yang senantiasa mendahulukan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi atau kelompok. Dengan kata lain, identitas nasional menjadi pola yang mendasari cara berpikir, bersikap, dan bertindak dalam rangka menghadapi berbagai masalah menyangkut kehidupan bermayarakat, berbangsa dan bernegara.

Implementasi identitas nasional senantiasa berorientasi pada kepentingan rakyat dan wilayah tanah air secara utuh dan menyeluruh. Impementasi identitas nasional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yamg mencakup kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya,dan pertahanan keamanan harus tercemin dalam pola pikir, pola sikap, dan pola tindak senantiasa mengutamakan kepentingan bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia diatas kepentingan pribadi dan golongan.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Hendarsah, Amir. 2009. Sejarah Pemerintahan dan Ketatanegaraan. Yogyakarta: Great Publisher

 

Darji Darmodiharjo, dkk. 1991. Santiaji Pancasila. Surabaya: Usana Offset

 

Sunarso,dkk.2006. pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: UNY Press

 

Winarno. 2007. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT. Bumi Aksara

 

http://id.shvoong.com/social-sciences/2199547-pengertian-kebudayaan-unsur-unsur-kebudayaan/ diakses pada tanggal 22 Oktober 2012

 

http://mukhliscaniago.wordpress.com/2012/06/28/pkn/ diakses pada tanggal 22 Oltober 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

lagi galau

lagi galau

Hello world!

Welcome to WordPress.com! This is your very first post. Click the Edit link to modify or delete it, or start a new post. If you like, use this post to tell readers why you started this blog and what you plan to do with it.

Happy blogging!